Handayani
Serumpun rindu bertumbuh di lereng gunung seribu
Sedebur ombak mengecup hampar pasir Indrayantimu
Pekik riang anak-anak pantai Ngobaranmengusik kenang
Khas aroma sayur tempe lombok ijo menguar di pendopo joglo
Sayang, sayang untuk diabaikan
Sajian nikmat walang goreng
renyah gurih pesaing kerupuk udang
Lumayan untuk temani santap siang di pematang
Memandang Embong langgeran nun indah menawan
"kembali kunjungi aku"
bisik helai-helai pandan Pantai Sepanjang
diaminkan kilau pasir putih Drini
"Keindahan KerliP malam bak kekunang dari Bukit Bintang jangan terlewatkan"
seru gunung api purba menimpali.
Anggun pesona terpeta di hati para pecinta secuil surga semesta
: Yogyakarta lantai dua
Tha, 2017
Inspirasi Kopi
Inspirasi kopi adalah bejana tinta yang tak pernah kering tuk menuliskan berlembar celoteh hati (Prosa | Quotes | Puisi)
Jumat, 29 September 2017
Jumat, 22 September 2017
Setangkup Rindu - Catatan Hati
Saling membebaskan sayap terkepak ke mana hendak
Menjadikan jarak sebagai ruang jeda embuskan hela
Rentangkan sedepa asa meraih makna
bahwa saling menjaga setia tak meski suka-duka terlalui bersama
Saling mengecup luka, meski persulangan tatap sekadar harap merindu genap
Jika kesejatian rasa belum purna
Bila getar asmara tak menuju sirna
Bila tabah kerinduan menggapai puncaknya ...
Maka pulanglah berpeta indah kenang lalu
Pintu hatiku senantiasa terbuka untukmu
Bahkan tanpa kau ketuk terlebih dahulu
Masuklah ...
Masuklah ...
Secangkir kehangatan telah menunggu
" Jangan salah pintu"
Tha, Sept'17
Tha, Sept'17
Aku Pada-Mu - Puisi Religi
BENTANG KESUNYIAN
Pada sungkur kening
Pena hati melukis bening
Air mata tak jua meniris kering
Detak biji-biji tasbih, memecah hening
Embun kerinduan erat berkelindan
Memagut lembut remah rembulan
Tetes sunyi lesap di peraduan
Membasuh gersang, sekian penantian
Serenyuk rindu lumat
Detak patah terpepat
Pendar menyeruak pekat
Keyakinan terdekap lekat
Tak sejengkal pun beringsut
Meski gigil berselimut kabut
Damba ku, rindu tersambut
Mesra asma-Mu kusebut
: hanyut
Tha, '15
Rabu, 20 September 2017
Penghianat Cinta | Puisi Luka
Memang harus kusebut apa dirimu yang telah menghianati kesejatian rasa ini?
Memporakporanda segenap upaya ketegaran
Segala caci-maki
:ku tak butuh
Sungguh ...
Sedu-sedan terperam kebisuan
barangkali sudi kau renungkan
bahwa cinta bukan sekadar kata
yang bila hilang ucap, kandas pula rasa.
Dan setia bukanlah sekadar rayu semata
yang bila telah tertakluk dalam peluk,
lantas lupa cara menjaga agar tak terluka.
Enyahlah kau
yang tak lagi pantas kusebut kekasih
Tha, 2017
Selasa, 19 September 2017
Ibu
Sekian waktu, berat beban menindih pundakmu hingga renta, garis wajah menua
Kini tak lagi kuasa mengangkat dengan perkasa.
Berkali terlihat kau begitu memaksa diri tuk mencoba,
berulang sekian hingga tak terhitung lagi oleh seluruh jumlah jari termiliki.
Sejak itu, kerap terlihat kau terengah menyeret paksa beban
menggapai ribuan mil jarak tuju
meski sekian waktu hanya mampu menghasilkan beberapa inchi pergerakan atas pengusahaan.
Sedang peluh tak berhenti terperah, berbaur asin air mata.
Dadamu laut, Bu ...
Hamparan sabar dalam melabuh ikhtiar,
sedang aku adalah damba yang kau erami,
berharap kelak menetas keberhasilan, atas risalah doa mengetuk pintu cahaya.
Minggu, 17 September 2017
Keajaiban Cinta
Entah rasa apa pengusik hening jiwa
: semenjak sua pertama
Entah debar bernama apa
peresah naluri
: sejak gelisah menguasai
Mengusik ketegaran untuk tak lagi menjatuhkan hati
Inikah Keajaiban Cinta
Kian kurun terperpenjara dilema
Amis luka mendapati kesembuhannya
Meski cabik ambigu mengusik rapi jahitan
Tetap bertahan dengan rasa tak percaya
Semakin melawan, semakin terdesak pada hampir kekalahan
Pergilah menjauh
Memaling tatap
Mengemas harap
Kecuali mengaminkan seorang aku
Mempecundangi keyakinan hati
untuk dipermainkan perasaan kembali
Menyerah pada ronta jiwa kepada cinta
Bernama "Kamu"
Meski pada akhirnya luruh jua dalam pelukmu
Jumat, 15 September 2017
Gelandangan
Tidurlah, tidur segenapmu
Rebahlah, rebah segenap lelah
meski beralas kardus bekas
Hidup tak melulu tentang esok makan apa
Mulialah jiwa meski renta
berkarib derita
bersahabat lapar dahaga
Retas bulir di matamu embun
Menyiram tandus asa di ladang doa
hingga pada saatnya tumbuh merimbun
Luka dada berbalut sabar
pada saatnya kan terkecup geletar
dari ikhtiar
Tha, 2017
Langganan:
Postingan (Atom)